Selasa, 01 Juli 2014

Sepenggal Kisah Perjalanan di Pulau Sumba


Tidak menyangka, saya bisa menjejaki kaki dalam perjalanan singkat di Tanah Marapu.




Ini menjadi perjalanan pertama saya di Pulau Sumba. Sebuah pulau yang belum ada di bayangan saya seperti apa. Sungguh menyenangkan mendapat kesempatan berkunjung dalam perjalanan singkat ini. Dan tentunya akan menjadi pengalaman pertama yang tidak terlupakan. Maka dari itu saya ingin berbagi. Berbagi hasil pengamatan singkat saya sepanjang menapaki jalan di pulau ini.

Perjalanan saya dari Pulau Bali menuju Pulau Sumba ditempuh dalam waktu 1,5 jam penerbangan dari Bandara Ngurah Rai ke Bandara Tambolaka yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Dalam bayangan saya, biasanya penerbangan dengan pesawat GA adalah pesawat yang besar, perjalanan yang serasa dekat dengan awan. Intinya mengagumkan lah.

Pesawat GA kali ini ukurannya lebih kecil, mungkin tidak ada lebih dari 50 kursi. Garuda Explore kurang lebih seperti itu nama pesawatnya. 

Di dalam pesawat saya hanya duduk diam menunggu pesawat mendarat dan sesekali memandangi jendela. Pemandangan dari jendela pesawat pun terasa berbeda, maklum pertama kali ke daerah timur Indonesia. Pesawat melintasi lautan Bali, pualu-pulau dan perairan Nusa Tenggara Barat dan tibalah saya di ketinggian dengan bentang alam daratan yang sangat berbeda dengan Pulau Bali. Tanah lapang, semak-semak, pepohonan, dan bukit yang terlihat kering dan sedikit pemukiman penduduk yang terlihat dari atas pesawat.

Rasa penasaran pun semakin menyeruak. Sepertinya panasnya Sumba akan menyambut saya. Dalam waktu beberapa menit saya akan mendarat di Bandara Tambolaka. Dan lagi-lagi dalam bayangan saya, bandara disini seperti Bandara di Bali. Namun kenyataannya berbeda.

Saya pun turun dari pesawat, memang hawa panas menyambut begitu pula angin kencang dengan hawa kering. Arsitektur bandara dengan rumah adat khas Sumba atau disebut rumah Manara terlihat. Memasuki terminal bandara, jeng jeng.. sepi sekali. Yang ada hanya warga lokal yang menunggu kedatangan keluarga atau kerabat. Itu pun sedikit, bahkan yang saya lihat ada nenek-nenek yang mungkin menunggu kedatangan keluarga sambil makan sirih. Mulut mereka tampak berwarna merah akibat cairan dari daun sirih yang dikunyah.

Sepi sekali dan bangunan bandara pun masih sederhana, tidak ada para penjemput yang ramai, restoran yang menjajakan makanan, bahkan taksi atau travel bandara yang menawarkan jasa pun tidak ada. Kantin bandara pun hanya sebuah warung kecil yang tidak permanen, pos penjaga pintu masuk yang sederhana dan suasana anak-anak bermain di sekitar bandara.

Di sisi lain saya pun berpikir, kondisi disini sangat berbeda dengan bandara di Bali yang penuh dengan prestise sebagai sebuah bandara internasional. Sedangkan di Bandara Tambolaka memang sepenuhnya difungsikan sebagai sarana transportasi yang mengangkut para penumpang antar pulau dengan kecepatan waktunya dibandingkan dengan kapal laut.

Mencari tempat makan siang pun susah. Karena memang didominasi oleh hamparan tanah kosong, pepohonan dan hewan ternak. Jarak antar rumah warga pun berjauhan. Perjalanan saya selanjutnya menuju sebuah pantai di daerah Waitabula yang bernama Pantai Waikelo, sebelum menjemput seorang teman lagi dan menuju ke tempat tujuan saya di daerah Waibakul.

Walaupun di bawah terik matahari, tetapi saya tetap bersemangat ketika sampai di Pantai Waikelo. Rasa penasaran pun semakin menjadi-jadi dan ingin segera berkeliling di pantai ini. Saya disambut oleh serombongan anak SD yang berasal dari daerah Kodi. Mereka mengadakan acara perpisahan siswa kelas 6 di pantai ini. Mereka menggunakan mobil pick up dan truk yang ditempuh dalam waktu 1,5 jam dari Kodi hingga sampai di pantai ini. “ Perpisahan diikuti oleh siswa kelas 3 sampai 6. Ada acara makan bersama, menyanyi dan bermain,” ujar Arce siswi kelas 6 dengan logat khas Sumba yang sempat saya ajak ngobrol.

Pantai Waikelo kala itu tidak ramai dikunjungi masyarakat, hanya diramaikan oleh rombongan anak SD dari Kodi itu. Pantainya dikelilingi karang dan anak-anak nampak asyik bermain mencari ikan-ikan kecil.

Tidak hanya sampai di Pantai Waikelo, perjalanan saya pun berlanjut. Jalanan pun tidak begitu ramai, suasana pasar masih tradisional, banyak debu beterbangan.

Sebagian besar dataran Sumba didominasi oleh padang sabana. Hamparan rumput nampak di sisi jalan, yang menjadi tempat hidup bagi kuda-kuda Sumba yang dikenal dengan nama Kuda Sandelwood. Selain itu rombongan kerbau pun tak kalah kompak meramaikan jalanan seusai merumput.
Hal unik pun menjadi pertanyaan. Saya melihat rumah dengan kuburan di depan rumah. Kata seorang teman, itu memang kuburan. Biasanya kuburan keluarga, bisa jadi orang tua atau kakek dan nenek. Maksudnya walaupun mereka telah meninggal namun tetap ada diantara keluarga yang ditinggalkan. Kepercayaan Marapu masih tetap hidup di tengah masyarakat Sumba walaupun agama Kristen dipeluk oleh sebagian besar masyarakat.
Jalanan diramaikan oleh kerbau yang menyebrang sembarangan, anak-anak yang bermain di sore itu dan tentu saja hawa dingin di sepanjang perjalanan. Hari semakin sore menuju malam, perjalanan pun tetap berlanjut melintasi jalanan berliku tanpa lampu penerangan jalan menuju bukit hingga sampai di daerah Waitabula...











10 komentar:

  1. Iya mas, masih bersambung.. Tunggu cerita yg lain juga ya.. hihihi :D

    BalasHapus
  2. Amazing.. Ayo tulis lagi..hihi

    BalasHapus
  3. Kereeen Ary!! hehe
    Harga tiket pesawatnya berapa tuh? Keep writing ya :)
    arista

    BalasHapus
  4. Hahaha bersambung... ditunggu lanjutannya :)

    BalasHapus
  5. @gede hihihi.. iya2.. ayo nulis juga :D
    @arista Makasi Arista! Blogmu juga kereenn, jalan2 juga nih. hehehe.. ayo menulis dan berbagi cerita :D tiketnya sekitar 2,1 jutaan.
    @kakcan hehehe.. ternyata kak can singgah juga. Makasi kak sudah membaca :D

    BalasHapus
  6. haha makasih ya ary :p. Tadi gak sengaja liat blogmu di facebook makanya aku buka. hehe bagi-bagi cerita yah nanti aku bagiin jg hehe. itu PP atau 1 x jalan? lumayan mahal ya hehe

    BalasHapus
  7. Asik banget baca tulisanmu Ry eh ternyata bersambung. Jadi penasaran ama kelanjutannya.

    BalasHapus
  8. @arista itu tiketnya udah PP ris. hehehe.. Semangat ya,, rajin nih update. Uhuuy :D
    @blikomang Makasi bli, semacam sinetron ya bersambung gitu. Makasi sudah berkunjung di blogku. Nanti kalo ada waktu aku bikin sambungannya hehehe :D

    BalasHapus
  9. iya lumayan mahal berarti 1 jutaan skali jalan ya hahaha. kalo lagi sempet mah rajin yu tapi klo udah sibuk ya gak update hehe.. km jg semangat ya :)

    BalasHapus